BERITA BARU ■ Jelang tengah malam, kemarin, kami melihat pemandangan aneh dan ganjil. Sempat tersirat antara percaya dan tidak yakin dengan pemandangan saat itu.
Tampak puluhan orang bersholawat mengiringi keranda jenazah. Secara kebetulan kami berpapasan tak jauh dari kuburan yang terdapat makamnya sesepuh "pendiri kampung" Dukuh Tumbu.
Butuh waktu beberapa menit untuk memastikan situasi unik saat itu. Keadaan nyatakah atau pandangan akibat mahluk halus alias hantu sedang mangganggu langkah perjalanan?
Setelah dipastikan apa yang terjadi adalah betul betul nyata, dan bukan halusinasi, kami putuskan mengikuti rombongan pengiring jenazah hingga lokasi yang dituju yakni makam Simandek Pulosari Pemalang.
Tampak beberapa orang terdiri dari tokoh pemuda dan masyarakat kami temui, guna mencari tahu bocoran siapa yang meninggal, sakit apa? Mengapa penguburanya tidak menunggu siang hari saja?
Ternyata, ada tradisi di wilayah dusun dukuh Tumbu khususnya, desa Pulosari pada umumnya. Bila ada warga yang meninggal, semua anggota keluarga besarnya sudah berkumpul dan tidak ada yang harus ditunggu kehadirannya.
Maka tahapan proses terselengaranya pemakaman segera dilaksanakan, tanpa banyak menunggu Instruksi dari pihak keluarga yang sedang berduka, dengan tata cara syar'iat Islam dan adat istiadat setempat . Secara kebetulan mayoitas penduduknya muslim.
Kebiasaan hidup khas di pedesaan, suasana guyub rukun dan saling membantu sesama tanpa memandang usia, jenis kelamin maupun status sosial, masih sangat melekat, bahkan
mendarah daging pada penduduk di sini.
Jangan heran, bila ada pelepasan jenazah setelah di shalatkan pada malam hari langsung di makamkan. Semua itu sudah biasa terjadi dan bukanlah sesuatu yang istimewa dan luar biasa.
Masyarakat di sini on time, bila ada warganya mengalami musibah (meninggal). pihak keluarganya tinggal menentukan titik lokasi yang dimaksud, maka beberapa orang relawan ramai ramai langsung meluncur ke kuburan untuk menggali liang lahat tanpa meminta imbalan dalam bentuk apapun.
Sementara diwaktu yang sama lingkungan Rumah Duka, para relawan yang lain bekerja sesuai kemampuan di bidangya dan kapasitasnya tanpa harus menunggu perintah,
secara otomatis akan melaksanakan pekerjaan gotong royong dengan tahapan dan urutanya.
Sehingga apa yang dikerjakan dari awal hingga akhir akan sesuai harapan dari pihak yang berduka maupun masyarakat setempat.
"Seperti anda saksikan tadi, beliau (almarhumah) adalah seorang nenek, warga biasa, tidak punya pengaruh apa apa, tapi coba hitung, berapa puluh pengantar laki perempuan dan usia variatif yang terlibat dengan suka rela mensukseskan berjalanyan prosesi pemakaman di malam selarut ini," kata Kadus Lugimin, pada tengah malam tadi.
"Kepedulian terhadap sesama tanpa takut kehilangan waktu, tenaga dan materi, sudah menjadi budaya turun temurun dari nenek moyang kami. Hal ini harus kita jaga dan pelihara bersama agar tidak punah akibat tergerus pengaruh negatif yang berasal budaya asing," imbuhnya.
■ Himawan / Sri Mardianto